Nama : Chyntya Yolanda
Saragih
NIM : 15. 01. 1229
Tingkat/Jurusan : III-C/ Teologia
Mata kuliah :Hermeneutika PL II
Dosen
: Dr. Jontor
Situmorang
Tugas dan
Tanggung-jawab Imam di Israel diperhadapkan dengan Tugas para Hamba Tuhan saat
ini
I.
Pendahuluan
Setiap manusia individu pastinya
memiliki tugas dan tanggungjawabnya. Sama halnya dengan imam para bangsa Israel
yang memiliki tugas untuk memberitakan firman dan injil kepada setiap orang
supaya setiap orang percaya kepadaNya. Sebagai imam mereka memiliki tugas dan
tanggung-jawab yang harus dikerjakan sebagai perintah dari Tuhan. Dan untuk
lebih jelasnya lebih baik kita bahas pada paper berikut ini dan semoga
bermanfaat bagi kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Tugas dan
Tanggung-jawab
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tugas adalah suatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan
untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggungjawab seseorang (pekerjaan yang
dibebankan).[1]
Tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tugas dapat
diartikan sebagai suatu pekerjan dan tanggungjawab seseorang.[2]
2.2. Pengertian Imam
Kata Imam
berasal dari bahasa Ibrani yaitu (kohen)
yang berarti seorang yang berdiri. Di dalam Ensiklopedi Masa Kini, kata kohen
berasal dari kata kerja Hun yang mempunyai pengertian “dihadapan Allah” dan bertindak sebagai pelayan Allah.[3] Perkembangan selanjutnya kata kohen dalam agama Israel dipakai
sebagai “jabatan resmi seorang imam”. Sebagai orang yang melayani Allah, imam
berhubungan erat dengan ibadah kepada Allah, mengawasi kemah suci Bait Allah,
melakukan peradilan dan mengajar Hukum Taurat (Ul. 33:10; Yer. 18:18). Jadi
imam itu adalah pelayan Allah yang bertugas untuk menjalankan dan mengawasi
jalannya persembahan di Bait Alllah serta menjalankan ibadah.[4]
Kata kohen
diperoleh dari kata benda (kahan)
yang menunjuk kepada persamaan makna dengan kata (kun)[5]
menjadi abadi, kekal, benar, dan penuh keyakinan. Kata ini menunjukkan kepada
tugas seorang imam yang berdiri dihadapan Allah sebagai hamba atau pelayannya.[6]
Kata kun ini menunjukkan fungsi seorang imam. Imam itu adalah
seseorang yang berdiri dihadapan Allah (Ul. 10:8) kata ini juga menggambarkan
tentang seorang anggota yang suci dalam pemerintahan dan dalam Perjanjian Lama
keimaman bukanlah suatu pekerjaan melainkan jabatan.[7] Kata lain untuk imam juga sering digunakan (kanu)[8]
artinya membungkukkan diri, tunduk untuk beribadah, menjadi abadi, kekal,
benar dan penuh keyakinan. Dalam bahasa Ugarit, kata ini diartikan untuk
menciptakan. Kata yang berhubungan dengan ini adalah (ken) yang artinya
bersungguh-sungguh (Ams. 11:19), benar (Bil. 27:7; 36:5). Ken juga
dipakai untuk menyatakan kebenaran. Kata ini menunjukkan bahwa seorang imam
adalah orang yang berdiri dihadapan Allah dengan sungguh-sungguh penuh dengan
keyakinan untuk merendahkan dirinya dan membungkukkan diri menandakan tanda
penghormatan dan kesediaan untuk melayani Tuhan. Dari segi fungsi, imam adalah
sebagai pemberi berkat,sering dihubungkan dengan kata (kahen) yang artinya penambahan. Ini memiliki makna bahwa seorang imam
kelimpahan untuk membuat kebahagiaan.
Imam dari
arti katanya dapat diartikan sebagai seorang wakil manusia dalam urusan-urusan
mengenai Allah.[9] Atas
perintah Allah (Kel. 28:1), maka Harun dan anak-anaknya diangkat menjadi Imam
yaitu Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar. Mula-mula tidak ada orang yang secara
terus-menerus menjadi Imam, karena mempersembahkan korban dilakukan oleh kepala
keluarga yang bekerja sebagai Imam, tetapi setelah orang Israel menjadi bangsa
yang besar, perlu ada kaum Imam untuk melakukan ibadat di rumah Allah. Hanya
Elieser dan Itamar anak Harun yang menjadi Imam karena Nadab dan Abihu mati
oleh karena dosa mereka (Im. 10).[10] Imam juga adalah orang yang ahli dalam soal ibadah. Ia memberikan bimbingan
dan putusan-putusan mengenai upacara keagamaan dan hukum. Apalagi kalau ada
kasus hukum yang berat. Imam juga adalah pelaksana dan penganjur pelaksanaan
hukum Allah. Ucapan-ucapannya bersumber pada dua wibawa ilahi, yaitu tradisi
imamat dan penggunaan batu undi kudus (Urim dan Tumim).[11]
Ucapan-ucapannya itu akan memberikan jawaban lisan terhadap pertanyaan yang
diajukan kepadanya. Imam adalah bapa dan penasehat umat Allah.[12]
2.3. Latar Belakang Imam dalam Perjanjian Lama
Dalam
Perjanjian Lama mula-mula kepala keluarga atau suku menjalankan fungsi Imam
artinya mempersembahkan korban-korban. Kemudian keluarga Harun dari suku Lewi
menjalankan fungsi Imam tersebut untuk seluruh bangsa terpilih. Sejak
zaman raja Salomo hanya keturunan Zadok yang boleh menjalankan Imam dalam Bait
Suci, yang dibangun raja itu di Yerusalem pada abad ke-10 SM. Fungsi-fungsi
yang lebih rendah dikerjakan oleh para Lewi. Imam Perjanjian Lama diwariskan
dalam keluarga; tugas pokoknya mengajar agama atau Taurat, mempersembahkan
korban-korban dan mengurus Bait Suci. Kaum Imam dan ibadat sering dikritik oleh
para Nabi dan anggota-anggota sekte Qumran.[13]
Harun dan Eleaser (anaknya)
yang adalah penggantinya, adalah perintis dari Imam. (Bil. 27:21), yang
disebut juga dalam Im. 21:10. Ia sendiri diurapi dan memiliki otoritas atas
pejabat-pejabat biasa. Kepadanya dikenakan baju kebesaran Imam. Harun adalah
imam besar yang penahbisannya dapat kita lihat dalam Imamat pasal 8
dimana upacara penahbisan mereka dilaksanakan di depan pintu Kemah Pertemuan
(Kemah Suci) sesuai dengan firman Tuhan kepada Musa. Zadok dan
Abyatar adalah Imam Besar pada masa pemerintahan Daud (II Sam. 20:25), dan
keturunan Zadok adalah Imam-Imam Besar dalam Bait Allah. Yosua kembali dari
pembuangan sebagai Imam Besar (Ezr. 2:2). Raja-raja keturunan Daud memegang
kuasa yang besar dalam urusan Bait Allah. Mereka bukan hanya menguasai
soal-soal material tetapi juga soal-soal kepemimpinan dalam ibadah.[14]
Misalnya kita dapat lihat pada masa pemerintahan Uzia, agaknya raja Uzia
menjabat sebagai imam dan tindakannya itu ditolak oleh pengarang Tawarikh (2
Taw. 26:16) bahkan dikatakan bahwa penyakit kusta yang diderita Uzia disebabkan
oleh tindakannya itu. Jelaslah bahwa pengarang Tawarikh menganggap kurang tepat
kalau raja mencampuri urusan imam.[15]
Tetapi[16]
Jika kita
telurusi kitab Ulangan maka para imam juga di identikkan dengan kaum Lewi (Ul.
18:1). Kitab ulangan sendiri dikarang agaknya pada awal kerajaan Manasye, dan
dimaksudkan sebagai suatu rencana pembaruan yang akan dilaksanakan bilaman
kesempatannya tiba.[17] Di bawah
pemerintahan Herodes Agung, Imam-Imam Besar tidak lagi memegang jabatan itu
seumur hidup. Hanas diangkat oleh Kirenius, wali negeri Siria pada tahun
6 M hingga 15 M. Setelah masa jabatan yang singkat Kayafas (menantu Anas)
menjadi imam besar, dari tahun 18 M hingga 36 M.[18]
2.4. Perkembangan Imam dalam
Perjanjian Lama
2.4.1. Jaman Sebelum
Pembuangan
Dalam masa sebelum pembuangan para
imam jarang disebut-sebut, kecuali berhubungan dengan Efod[19]
atau dengan tabut perjanjian[20].
Tugas para imam adalah antara lain:[21]
1. Melayani
Yahweh di tempat-tempat suci (1 Sam. 2-3).
2. Memberkati
rakyat/ bangsa (Bil. 6:22-26; Ul. 10:8).
3. Mengajarkan
hukum taurat (Yer. 8:18; Hag. 2:11; Mal. 2:6-7)
4. Memelihara
tepat suci yang juga berfungsi sebagai tempat pelarian, yaitu kota-kota
perlindungan (Kel. 21:12-14; Bil. 35; Yos. 21:13-19; 1 Raj. 2:28).
Pada masa sebelum pembuangan para imam
tidak bergabung dalam suatu organisasi. Setiap imam bekerja dan berdiri
sendiri. Mereka tidak mendapat panggilan Allah seperti para nabi, tetapi
jabatan imam tersebut diwariskan turun temurun dan kekuasaan/pelayanannya
meliputi atau tempat suci tertentu saja. Para imam ini sudah ada dalam
masyarakat Israel sebelum peristiwa Sinai (Kel. 19:22-24). Musa dan Harun
adalah keturunan Lewi dan sering juga bertugas sebagai imam. Pada waktu
pembentukan Kerajaan Israel ada sentralisasi pemujian atau peribadatan.
1. Silo
Tempat bertugasnya Eli dan
keturunannya serta sejumlah muridnya, seperti Samuel pada masa mudanya (1
Sam.1-4) untuk menjaga Bait Suci dan Tabut Perjanjian. Menurut 1 Samuel 2:22-30
nenek moyang Eli dipilih di Mesir “untuk selamanya berjalan dihadapan Allah”.
namun dalam 1 Sam. 2:27-36 diceritakan penghapusan berkat pada keluarga Eli yang
berhubungan erat dengan pengalihan keimanan di Yerusalem dari kaum Eli kepada
kaum Zadok di jaman Salomo.
2. Nob
Tempat suci ini adalah tempat
pelayanan imam Abimelek. Tempat ini adalah tempat suci kemana Daud melarikan
diri dan kemudian diberi makan roti suci (1 Sam.21:5) yang karenanya Saul
kemudian menghukum mati para imamnya.
3. Gilgal
Tempat para imam yang menjaga Tabut
Perjanjian. Asal usul mereka tidak jelas karena istilah “Lewi” dalam Yosua 3:3
berasal dari Kitab Ulangan yang berusia lebih muda. Gilgal dikenal karena
pendirian dua belas batu oleh suku-suku Israel dan pernyataan Allah disana
(Yos. 4: 8-20 dan Yos. 5:13-15). Terutama pada jaman Saul, Gilgal menjadi
tempat suci utama Israel atau kerajaan Utara (1 Sam. 11:5), dan pada jaman Daud
tempat ini masih tetap dihormati (2 Samuel 19:41).
4. Dan
Tempat ini adalah tempat suci yang
tergolong tua, didirikan oleh seorang Efraim (HK. 11-18). Putranya menjadi imam
sampai seorang lewi bersedia bertugas disitu. Kota suci ini mempunyai peranan
penting setelah Raja Yorebeam 1 mengangkatnya menjadi tempat suci Israel atau
kerajaan utara (1 Raj. 12:29-30). Amos masih mengenalnya sebagai tempat suci
bangsa Israel pada waktu itu bernubuat ke kerajaan Israel di Utara (Ams. 814).
5. Yerusalem
Oleh Daud, Yerusalem dijadikan tempat suci
yang terpenting. Abyatar, keturunan Eli yang berhasil melarikan diri ketika
Raja Saul menghukum mati semua Imam di Nob (1 Sam. 22:20), menjadi imam bernama
Zadok pada zaman Daud menjadi raja di tempat Tabut Perjanjian disimpan yaitu
Yerusalem (2 Sam. 8:17; 20; 25). Pada zaman kerajaan, keimanan makin
disentralisasikan dan akhirnya dikuasai oleh satu keluarga yaitu keturuna
Zadok. Sedangkan Abyatar sudah diasingkan pada awal kekuasaan Salomo. Dengan
Pembangunan bait suci oleh Salomo, maka posisi imam Yerusalem ini menjadi
sangat kuat. Mereka menjadi pemelihara dan pembawa agama Yahweh. Para imam
Yerusalem ini, disamping bernubuat juga dengan sendirinya bertugas mengajarkan
hukum Allah atau Tora kepada seluruh bangsa Israel.
2.4.2. Jaman Pembuangan
Pada zaman sesudah pembuangan para
imam besar bekerja juga selakuketua Sanhedrin, yakni dewan Agung bangsa Yahudi.[22]
Pada zaman sesudah pembuangan (Mal. 2:4-7) para imam dan orang Lewi sama-sama
dianggap keturunan Lewi dan orang-orang sama dianggap keturunan Lewi dan
orang-orang Lewi ini yang dibedakan dari para Imam mempunyai tugas-tugas
penting dalam melayani Peribadahan (1 Taw 16:4-27).[23]
2.4.3. Jaman Sesudah
Pembuangan
Pada zaman sesudah pembuangan para
imam besar bekerja juga selaku ketua Sanhedrin, yakni Dewan Agung bangsa
Yahudi.[24]
Pada zaman sesudah pembuangan para imam dan Lewi dibedakan sama-sama dianggap
keturunan Lewi dan orang-orang Lewi ini yang dibedakan dari para imam,
mempunyai tugas penting dalam Pelayanan Peribadahan (1 Taw. 16:4-27)[25],
dan orang lewi hanya menjadi penjaga kuil, pemusik dan penyembelihan binatang
korban. Jasa keimaman mereka dibayar oleh pengguna dan dikung oleh persembahan
persepuluhan umat. Hal ini berlangsung hingga masa bait Allah yang terakhir. [26]
demikian juga dalam kitan Nehemia, para Lewi dan imam-imam dilibatkan dalam
rangkaian “tugas penuh”. Setelah memperbaharui sebagai tembok (Neh.3:17) para
Lewi disibukkan dengan memberikan pengajaran Hukum Taurat (Neh. 8:7-9) dan ikut
serta dalam hidup keagamaan umat dan sebaliknya mereka juga harus memberi
persepuluhan dari persepuluhan-persepuluhan tadi kepada anak-anak Harun (Neh.
10:37).[27]
2.5. Syarat-Syarat
Seorang Imam
Adapun yang menjadi syarat-syarat seorang Imam yaitu:
1. Para Imam harus suci seluruh hidupnya.
2. Orang yang ada cacatnya tidak boleh menjadi Imam (bukan cacat fisik).
3. Dalam Imamat pasal 21 dan 22:1-16
dengan panjang lebar diuraikannya syarat-syarat kesucian
yang harus dipenuhi seorang Imam, misalnya mereka tidak boleh mengundul
sebagian kepalanya, mencukur tepi janggutnya, tidak mengoresi kulit tubuhnya.[28]
4. Para Imam dilarang meminum minuman keras ketika melaksanakan tugas-tugas
mereka di Bait Suci. Supaya tugas-tugas itu dibuat secara tepat dan bertanggung
jawab. Apabila korban dipersembahkan, maka para Imam memegang persembahan
kudus, dan apabila mereka mengajar, maka mereka harus tetap bijaksana dan
memakai kata-kata secara jelas supaya para pendengar mengerti. Namun kedua
tugas itu dirusakkan, jika Imam mabuk.
5. Menjauhkan ibadah kepada Tuhan dari kebiasaan-kebiasaan keagamaan
orang-orang asing, misalnya orang-orang Babel, yang banyak minuman keras dalam
upacara-upacara mereka untuk mengalami ekstasi yaitu kegembiraan yang meluap.[29]
2.6. Cara Pentahbisan Imam dalam Perjanjian Lama
Imam yang
pertama adalah Harun dan keturunannya dan sebelum ia menjadi imam maka ada
dilakukan upacara penahbisan karena sebelum upacara pentahbisan selesai maka
mereka juga belum sah menjabat sebagai imam. Adapun upacara pentahbisan itu
berlangsung dua belas tahap, yaitu:
1.
Musa menyuruh Harun dan
anak-anaknya mendekat (Im. 8:6). Itu berarti bahwa mereka dianggap
sebagai hamba Tuhan dengan umatNya.
2.
Musa membasuh mereka dengan
air (Im. 8:6). Dengan demikian mereka dijadikan murni dari sudut
ritual/ keagamaan.
3.
Musa mengenakan pakaian khusus
kepada Harun (ayat 7-9) dan
anak-anak tidak terlibat dalam hal ini karena mereka masih menjabat sebagai
imam biasa. Dan besar kemungkinan kalau pakaian khusus itu juga seperti tutup
dada, serbam atau patam emas dipakai raja-raja pada zaman sebelum pembinasaan
kota Yerusalem dalam tahun 587, dan sesudah sesudah Israel kembali dari
pembuangan di Babel. Mulailah imam besar memakai pakaian itu karena ia
mengambil alih beberapa tugas serta fungsi raja dan sebagaian dari status raja
itu. Namun secara ringkas pakaian Harun itu menekankan kekudusan, kuasa serta
kewibawaannya. Dia mengadakan peradilan, dan berhubungan dengan Tuhan sebagai
yang melayani Dia.
4.
Musa mengurapi dan menguduskan
Kemah Suci serta segala yang ada di dalamnya (Im. 8:10-11).
5.
Musa mengurapi Harun dengan
menuangkan sedikit minyak urapan ke atas kepalanya (ayat 12).
6.
Musa mengenakan pakaian khusus
kepada anak-anak Harun. Pakaian yang diperuntukkan kepada anak-anak Harun lebih
sederhanadan minyak pun tidak dituangkan ke atas kepala mereka. Sebab itu ada
perbedaaan besar antara penahbisan Harun dengan anak-anaknya.
7.
Musa mempersembahkan seekor
lembu jantan sebagai korban penghapus dosa atas nama Harun dan anak-anaknya
(Im. 8: 14-17) supaya mereka tahir dosa. Dalam menyembelih lembu itu Musa
berbuat sama seperti yang dilakukan oleh raja Israel zaman sebelum tahun 587
bnd. II Sam. 6:13.
8.
Musa mempersembahkan seekor
domba jantan sebagai korban bakaran atas nama Harun dan anak-anaknya. Dengan
demikian maka penahbisan ini menyenangkan bagi Tuhan.
9.
Musa mempersembahkan domba
jantan yang lain, yaitu domba persembahan penahbisan, atas nama Harun dan
anak-anaknya. Ini dilakukan sebagai ucapan syukur dan menguatkan pendamaian dan
hubungan antara Tuhan, Harun dan anak-anaknya.
10. Musa memercik sedikit minyak urapan dan darah dari korban kepada Harun dan
anak-anaknya, terutama pada pakaian mereka.
11. Harun dan anak-anaknya makan daging dan roti yang masih ada dari
korban-korban dan mereka memakannya harus di depan pintu Kemah Pertemuan,
karena mereka masih dalam posisi antara kaum awam dan imam. Dan jika mereka
tidak makan semua pada hari itu, makanya sisanya harus dibakar habis.
12. Akhirnya Harun dan anak-anaknya harus tinggal di depan pintu Kemah
Pertemuan itu selama tujuh hari (ayat 33-35), ini dilakukan agar ketidakmurnian lenyap dan pengaruh jahat diatasi. Dan
jika ini tidak dituruti maka imam yang harus ditahbiskan itu akan menderita
secara hebat.[30]
2.7. Jabatan dan Pakaian Imam
Kata kohen
ini juga dalam agama Israel dipakai sebagai jabatan resmi yaitu sebagai seorang
yang melayani Allah, sehingga imam berhubungan erat dengan ibadat kepada Allah
dalam melaksanakan peradilan dan mengajar rakyat.[31]
Setelah imam selesai ditahbiskan maka pada hari yang ke delapan (hari pertama
setelah genap tujuh hari perayaan penahbisan) maka para imam itu menerima
jabatannya. Adapun jabatan yang ia terima adalah mengambil bagian dalam
persembahan korban-korban yaitu berupa korban penghapusan dosa yang diambil adalah
seekor lembu muda (usia lembu itu tidak ditentukan persis) dan seekor kambing
jantan namun yang dipersembahkan adalah lembu jantan bukan kambing, korban
bakaran yang diambil adalah seekor domba jantan. Dan setelah penahbisan itu
selesai maka kemuliaan Tuhan tampak kepadanya. Dan kini para imam itu menerima
jabatan dan mempunyai tugas untuk mengolah korban penghapusan dosa dan korban
bakaran.[32] Para
Imam semuanya dikepalai oleh Imam Besar. Jabatan Imam Besar ini turun-temurun,
pindah dari bapa kepada anaknya yang sulung. Harun diganti oleh anaknya, yakni
Elieser, kemudian oleh anak Elieser, Pinehas, yang mendapat janji di Sitim
(Bil. 25), bahwa keturunannya selalu diserahkan jabatan Imam Besar. Berhubung
dengan jabatan tinggi yang dipercayakan kepadanya, maka bagi mereka ditentukan
syarat-syarat istimewa (Im. 21:10-15). Ia tidak boleh kena mayat, sekalipun
jenazah orangtuanya; ia tidak boleh berkabung dan hanya boleh kawin dengan anak
perawan. Daerah Bait Suci tidak boleh ditinggalkan (Im. 21:12).
Imam Besar bertindak selaku
wakil Allah terhadap orang banyak dan selaku wakil rakyat Allah. Ia diserahi
untuk memimpin kebaktian di dalam Bait Suci dan diharuskan mempersembahkan
korban-korban khusus, umpamanya korban-korban pada hari Perdamaian Besar. Di kemudian
hari sesudah pembuangan, Imam Besar bekerja juga selaku ketua Sanhedrin, yakni
Dewan Agung bangsa Yahudi.[33]
Zadok dan Abyatar adalah Imam Besar pada masa pemerintahan Daud (II Sam.
20:25), dan keturunan Zadok adalah Imam-Imam Besar dalam Bait Allah.[34]
Memang jabatan Imam pada umat Israel merupakan warisan, dari ayah melalui
kelahiran diturunkan kepada anak laki-laki. Tetapi ini belum juga membuat orang
berhak dan berwenang untuk menyelenggarakan ibadat perjanjian. Karena keturunan
imam, maka seseorang dapat dijadikan seorang imam. Hanya Allah sendiri harus
mengangkat seseorang dapat menjabat menjadi seorang imam. Pengangkatan itu
terjadi melalui upacara pentahbisan. Menurut pandangan Imamat upacara itu
ditetapkan oleh Tuhan sendiri. Ini suatu jalan untuk menegaskan bahwa Allah
sendiri mengangkat petugas umat-Nya.[35]
Pakaian jabatan Imam Besar
jauh lebih indah daripada pakaian Imam-Imam lain. Jika ia memakai pakaian Imam
biasa, maka sebagai perbedaan dari imam-imam lainnya ia selalu memakai serban.[36]
Adapun yang harus dikenakan oleh imam yaitu :
1. Kemeja
Kemeja imam besar dibuat dengan lenan
halus. Kemeja ini digambarkan di dalam Keluaran 28:4 sebagai “yang ada ragi”,
dan rupa-rupanya adalah pakaian dalam yang panjang dan yang mempunyai lengan
yang panjang. Dalam bahasa ibrani yang sama disebut juga dengan “baju kurung”
(Sam. 13:8-19).
2. Ikat
Pinggang
Ikat pinggang ini dibuat dari tenunan
yang warna-warni (Keluaran 28:39). Dengan panjang 141/2 meter dan
dapat diikat berulang kali mengelilingi pinggang imam itu.
3. Gamis
Gamis ini disebut juga dengan “Gamis
baju Efod” karena baju efod dipakai
diluarnya, berwarna biru atau ungu tua dan digambarkan dalam Keluaran 28:31-35.
Menurut Yosefus, ahli sejarah Yahudi pada abad pertama Masehi, gamis ini
panjangnya sampai ke kaki, sama seperti toga seorang pendeta sekarang.
4. Baju Efod
Baju efod menurut Kel. 28:6-12, baju
ini ditenun dari kain yang beraneka warna, mempunyai suatu sabuk pengikat dan
dua tutup bahu yang padanya ditaruh dua permata dimana nama kedua belas suku
israel diukir. Bentuk baju efod ini tidak jelas dan dalam perjanjian lama
bermacam-macam efod disebut. Barangkali hampir sama dengan bentuk rok kerja (apror)
sekarang.
5. Tutup Dada
Tututp dada adalah semacam saku, yang
dipasang kepada tutup bahu dan sabuk pengikat tersebut dan yang di dalamnya
Urim dan Tumim dapat dibawa.
6. Urim dan
Tumim
Urim dan Tumim ini kedua nama yang
tidak diketahui secara tepat dan banyak penjelasan dikemukakan, baik pada zaman
dahulu maupun sekarang. Urim dan Tumim ini adalah dua batu yang rata dipakai
imam untuk mecari kehendak Tuhan dalam suatu kris (Bilangan 27:21; I Samuel
14:41).
7. Serban
Serban adalah yang disebut dengan
lenan dan dililitkan di sekitar kepala imam besar. Menurut trdisi, panjangnya
sedikit lebih dari 7 1/4 meter.
8. Patam Emas
Patam emas berbentuk bunga emas, Patam
itu diletakkan pada serban dengan tali ungu tua dan padanya mungkin diukirkan
semacam huruf yang sangat kuno, kata-katany adalah “Kudus bagi Tuhan”.
9. Jamang yang
Kudus
Dalam LAI, majang merunjuk pada serban
dan patam. Tradisi lain menganggap bahwa Jamang yang Kudus adalah yang dipakai
oleh imam besar itu memakai jamang atau mahkota lain diatas serban itu, yang
terdiri dari emoas atau perak. Jamang yang berarti “dedikasi penyerahan diri”.
10. Destar
Destar adalah kopiah yang bulat sama
seperti yang kadang-kadang dipakai oleh para Para biarawan Gereja Katolik.
Destar itu dibuat dari lenan yang halus (Kel. 39:28).[37]
2.8. Jenis-jenis Imam
Imam
memiliki jenis-jenisnya, yaitu di antaranya adalah:
· Imam Besar (Imam Agung)
Imam besar
(Imam Agung) adalah keturunan Harun dan keturunannya, dan kemudian Zadok (I
Raj. 2) memegang jabatan utama dalam kebaktian korban di Israel.[38]
Imam besar dan diurapi memiliki otoritas atas pejabat-pejabat biasa. Kepadanya
dikenakan baju Efod, yang di dalamnya serangkaian batu menyatakan nama-nama
kedua belas suku Israel, dan di kepalanya dikenakan semacam sorban atau topi
tinggi (Kel. 28:36-37).[39]
Dan hanya imam besar sajalah yang yang diurapi dengan minyak, bukan imam-imam
lain (Im. 8:12; Bnd. Im. 4:3). Orang yang mengurapi imam besar (Imam besar yang
dimaksud adalah Harun dan anak-anaknya) itu adalah Musa dan mereka diurapi
dengan minyak urapan yang yang dipersiapkan secara khusus dari rempah-rempah
pilihan yaitu dua bagian mur tetesan, dua bagian kayu teja, dan satu
bagian masing-masing kayu manis yang harum dan tebu yang baik. Lalu ditambah
lagi dengan minyak zaitun. Minyak urapan itu sangat mahal dan tidak bisa
dipakai untuk tujuan sehari-hari yang biasa, dan imam besar itu diurapi di kepala
karena kepala dianggap adalah bagian terpenting dari tubuh dan melambangkan
seluruh orang itu . Dan para imam ini juga dibasuh dengan air karena pembasuhan
merupakan lambang tentang kemurnian. [40]
Hari raya
perdamaian jatuh pada tanggal 10 dari bulan ketujuh (September-Oktober), pada
hari itu juga imam besar memasuki tempat Maha Kudus lalu memercikkan darah
dihadapan tabut perjanjian.[41]
Imam besar bertindak selaku wakil Allah terhadap orang banyak dan selaku wakil
rakyat terhadap Allah. Ia diserahi untuk memimpin kebaktian di dalam Bait Suci
dan diharuskan mempersembahkan korban-korban khusus, umpamanya korban-korban
pada hari perdamaian besar. Dalam segala-galanya ia adalah jenis dan gambaran
Tuhan Yesus (Ibr. 7:11-28).[42]
Allah sendirilah yang dapat mngangkat seseorang untuk dapat menjabat untuk
menjadi seorang imam. Pengangkatan itu juga dilakukan dihadapan seluruh umat.[43]
· Imam Kepala
Imam kepala
yaitu para anggota kepala keluarga tertentu yang merupakan golongan terutama
dalam Mahkamah Agama. Dari antara mereka dapat ditunjuk Imam Agung.[44]
2.9. Tugas dan Tanggung-jawab Imam
Para Imam
bertugas sebagai pemimpin ibadat. Tugas mereka mencakup mempersembahkan korban
(Im. 9), mengajarkan hukum Taurat (Ul. 33:10; Yer. 18:18), mengucapkan berkat
(Bil. 6:22-27), dan menanyakan kehendak Allah (Ul. 33:8, bnd. I Sam. 14:14).
Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Imam berfungsi sebagai perantara, yang
menyampaikan firman dan berkat kepada umat-Nya dan memanjatkan doa serta
permohonan kepada Allah.[45]
Tugas Imam
juga adalah menjadi perantara antara Allah dan umat-Nya. Mereka mempersembahkan
korban kepada Allah, berdoa untuk rakyat (doa syafaat) dan memberkati rakyat
atas nama Allah dengan memakai perkataan-perkataan seperti yang terdapat dalam
Bilangan 6:24-26, “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN
menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN
menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”. Hanya Imam
yang diperbolehkan masuk ke Ruang Kudus untuk mempersembahkan korban dan
menyalakan Kandil. Pada hari mereka meniup serunai perak. Mereka harus memberi
pertimbangan, apakah dapat dianggap bersih seseorang yang tadinya dianggap
najis; dalam perkara-perkara kecemburuan mereka meminta keputusan Allah. Dalam
perkara-perkara sulit mereka memberi nasihat, oleh karena mereka mahir dalam
hukum Allah.[46]
Imam diwajibkan menjaga agar
api tetap menyala di atas mezbah (Im. 1:7; 6:12-13). Ketika pembawa persembahan
menyembelih hewan, Imam menampung darahnya dalam wadah, memercik sebagian ke
sekililing mezbah dan menempat selebihnya di bawah mezbah (Im. 1:5). Upacara
korban penghapusan dosa sedikit lebih rumit (bnd. Im. 4:4-7). Bagian yang harus
dibakar setelah dicuci, diletak di atas mezbah. Untuk korban bakaran seluruh
hewan (kecuali kulitnya) harus dibakar; tetapi untuk korban-korban lainnya,
sebagian korban itu menjadi bagian korban dan boleh dimakan olehnya. Dalam hal
korban penghapusan dosa, baik yang dipersembahkan Imam untuk dosanya sendiri
maupun untuk seluruh jemaat, Imam tidak boleh mengambil bagian, karena ia
bertindak sebagai Imam dan orang berdosa. Dalam hal itu, ia membawa bagiannya
keluar perkemahan dan membakarnya. Sedangkan korban keselamatan tidak
menyangkut dosa pembawa persembahan sehingga pembawa persembahan maupun Imam
mengambil bagiannya. Tanggung jawab Imam untuk mengajar umat dan hukuman atas
mereka bila mereka gagal melaksanakan tugas itu.[47]
Imam juga bertanggung jawab atas segala acara dan upacara persembahan di Bait
atau tempat suci. Ia hidup dari sebagian persembahan yang dipersembahkan oleh
umat. Namun demikian korban dan mempersembahkan korban bukanlah urusannya yang
utama. Bahkan pada zaman dahulu setiap kepala keluarga dapat mempersembahkan
korban mereka langsung kepada Allah.[48]
Dan juga secara garis besarnya, imam memiliki tugas yaitu antara lain:
·
Imam adalah guru atau para
pengajar yang bertanggung jawab mengajar masyarakatnya dengan pengajaran yang
kudus dan tidak kudus (Im. 10:10-11; Ul.33:10; II Taw. 35;3; Yes. 22:26; Hag.
2:11-13).
·
Penafsir batasan-batasan
kultus dalam waktu, ruang dan status dari kompleks ritual menurut tuntutan
Allah (Im. 18:3; 24-28; 20:22-25).
·
Pemelihara kekudusan
tempat-tempat suci yang melambangkan tempat tinggal TUHAN bagi Israel dan yang
menguduskan pribadi-pribadi yang telah dinyatakan najis selama tujuh hari (Im.
4:1-6:7; 16:1-19; Im. 12:15; 13-15). Juru bicara umat bagi Allah pada waktu
mereka memproklamirkan berkat atas umat dan mengumumkan tentang kehendak Allah
terhadap suatu keputusan (Bil. 6:22-27; Bil. 27:21; I Sam. 14:41: Ezr.
2:59-63).
·
Mengadili (Ul. 17:8-13; Bil.
5:11-31).
·
Partisipan dalam perang (Bil.
3:31; Ul. 31:9; Bil. 10:1-9).
·
Penjaga atau umat atau
objek-objek yang umum yang dianggap tidak kudus diharapkan untuk tidak mendekat
kepada yang lebih kudus (Bil. 3:10; Bil. 18:1-7).[49]
2.10.
Tugas
dan Tanggung-jawab Imam di Israel diperhadapkan dengan Tugas para Hamba Tuhan
saat ini
Jadi bila
kita hubungkan dengan konteks saat ini, di mana kita melihat begitu banyak
sekali imam-imam. Namun mereka semuanya bukanlah sibuk mengurus keperluan
tentang peribadahan kepada Tuhan tapi lebih cenderung mengurusi kebutuhan
pribadi dan diri sendiri sehingga imam-imam yang ada pada konteks Perjanjian
Lama tersebut sudah mengalami suatu pergeseran makna. Kita bisa banyak melihat
imam-imam yang sudah tidak lagi bertugas sebagaimana tugas aslinya karena sudah
terlalu banyak mencampuri urusan-urusan ataupun hal-hal duniawi. Perlu
menjadi suatu perenungan bagi kita supaya kita lebih memaknai tugas dan
tanggung jawab kita sebagai hamba Tuhan sehingga kita dapat untuk kembali menegakkan arti dan makna dari imam. Yang di mana imam yang
sebenarnya ialah yang menyerahkan kehidupan dan pelayanannya secara menyeluruh
kepada Tuhan tanpa mengkhawatirkan hal-hal duniawi yang akan terjadi menimpa
kita. Dan ketika sudah diberikan tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Tuhan,
kita harus mengerjakan tugas dan tanggung jawab tersebut, bukan lari dari tugas
tersebut. Peran sebagai seorang imam dalam
Gereja sangatlah penting karena imam dapat memberikan pemahaman sehingga jemaat
dapat datang dan percaya kepada Tuhan.
III.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa imam berasal dari bahasa
Ibrani yaitu Kohen yang artinya seorang yang berdiri. Tugas dan
tanggungjawab imam Israel adalah sebagai untuk mengajarkan hukum taurat,
membedakan anatara suci dan yang sekular, menjadi perantara antara Allah dan
umat-Nya, berdoa unytuk setiap orang dan
memberkati setiap orang dengan perkataan-perkataan yang berasal dari Allah. Seorang
imam harus menyadari apa yang menjadi Tugas dan tanggung jawabnya sehingga
dalam pelayanannya dapat lebih sungguh-sungguh dan tidak mendukakan Tuhan. Dan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai imam maka mereka
harus terlebih dahulu ditahbiskan dan setelah mereka ditahbiskan maka mereka
akan menerima jabatan sebagai imam yang bertugas sebagai perantara antara Allah
dan umat-Nya. Mereka mempersembahkan korban kepada Allah, berdoa untuk rakyat
(doa syafaat) dan memberkati rakyat atas nama Allah. Dan Imam juga diwajibkan
menjaga agar api tetap menyala di atas mezbah (Im. 1:7; 6:12-13). Ketika pembawa
persembahan menyembelih hewan, Imam menampung darahnya dalam wadah, memercik
sebagian ke sekililing mezbah dan menempat selebihnya di bawah mezbah (Im.
1:5).
IV.
Daftar
Pustaka
…, Alkitab
Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 1999
…., Alkitab,
Jakarta: LAI, 2007
Baker, Mari
Mengenal Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2002
Bakker, F.
L., Sejarah Kerajaan Allah I (Perjanjian Lama), Jakarta: BPK-GM, 2007
Browning,
W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2010
Collins,
Gerald, S.J, Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1996
Gering,
Howar M., Kamus Alkitab, Jakarta: Imanuel, 1994
Gertenberger,
E., Theological Lexicon Of The Old Testament, Amerika: Hendrikson
Publisher, 1997
Groenen OFM,
C., Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: KANISIUS, 1992
Heuken, A., Ensiklopedi
Gereja (H-kop), Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1992
Lasor, W.S.,
F.W. Bush, D.A. Hubbard, Pengantar Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM,
2012
Peterson,
Robert M., Tafsiran Alkitab Kitab Imamat, Jakarta: BPK-GM, 1997
Poedaminta,
W. J., KBBI, Jakarta: Balai Pustaka,
1980
Rowley, H.
H., Ibadah Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM, 2001
Rowley, H.
H., Ibadat Israel Kuno (Worship in Ancient Israel), Jakarta: BPK-GM,
2004
Shepherd, M.
H., The Interpreter’s Dictionary Of The Bible An Illustrated Encyclopedia,
Nashville: Adingdom Press, 1986
Siahaan,
S. M.,Pengharapan Mesias dalam Perjanjian
Lama, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002
Situmorang,
Jontor, “Aku mau jadi Imam di Keluargaku“dalam, jurnal Teologi
Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVII, Januari–Juni 2007
Tongue,
D.H., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK/OMF, 2010
Tubingen, D.
Kellermann, Theological Dictionari Of The Old Testament Vol. IV,
Michigan: Ermands Publishing Company, 1992
Van Gemeren,
William A., Dictionary Of Old Testament Theology & Exegesis Vol. 2,
United Kingdom: Paternoster Press, 1986
Wahono, S.
Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK-GM, 2010
Wolf,
Herbert, Pengenalan Pentateukh, Jakarta:
BPK-GM, 2004
[1] W. J.
Poedaminta, KBBI, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1980), 1076
[2] W. J.
Poedaminta, KBBI, 1006
[4] D.
Kellermann Tubingen, Theological Dictionari Of The Old Testament Vol. IV,
(Michigan: Ermands Publishing Company, 1992), 486-489
[5] Kun artinya
berdiri tegak, mendirikan, menemukan. Dalam bentuk Hiphil kata ini
berarti melengkapi, memelihara, mempersiapkan, menata. Dalam bentuk Hiphal
berdiri tegak, benar, pasti, dan percaya. Dalam bahasa Aram, kun yang
artinya membuat menjadi lurus. (E. Gertenberger, Theological Lexicon Of The
Old Testament, (Amerika: Hendrikson Publisher, 1997), 603)
[6] M. H.
Shepherd, The Interpreter’s Dictionary Of The Bible An Illustrated
Encyclopedia, (Nashville: Adingdom Press, 1986), 877
[7] William A.
Van Gemeren, Dictionary Of Old Testament Theology & Exegesis Vol. 2,
(United Kingdom: Paternoster Press, 1986), 60
[11] Urim dan
Tumim adalah benda yang dipakai Alllah untuk memberikan kehendak-Nya
kepada bangsa Israel. Mungkin kedua benda itu adalah batu suci, yang satu
memberi jawab “tidak”, yang satu lagi jawab “ya”.
[19] 1 Samuel
2:18; 14:3; 22:18; 23:6-9
[20] 2 Samuel
15:24-25, 29; 1 Samuel 6:15; 14:18-20
[21] S. M.
Siahaan,Pengharapan Mesias dalam
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002), 14-17
[23] S. M.
Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian
Lama, 149
[25] S. M.
Siahaan, Pengharapan Mesias dalam
Perjanjian Lama, 149
[26] S. M.
Siahaan, Pengharapan Mesias dalam
Perjanjian Lama, 240
[27] Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L,
425
[41] Herbert
Wolf, Pengenalan Pentateukh, (Jakarta:
BPK-GM, 2004), 243
[42] F. I.
Bekker, Sejarah Kerajaan Allah I, (Jakarta:
BPK-GM, 2012), 366
[43] W. R. F.
Browning, Kamus Alkitab, 149
[49] Jontor
Situmorang, “Aku mau jadi Imam di Keluargaku“ dalam, jurnal Teologi
Tabernakel STT Abdi Sabda Medan Edisi XVII, Januari –Juni 2007, 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar